Air adalah kebutuhan utama untuk
kelangsungan hidup segala organisme di dunia ini. Manusia, hewan, tumbuhan,
bahkan tanah-tanah yang ada di bumi pun memerlukan air baik sebagai penyimpanan
cadangan air dan sebagainya. Bahkan air dijadikan tanda-tanda adanya kehidupan
ketika para ilmuwan Amerika menghebohkan dunia dengan ditemukannya air di
planet Mars. Begitulah kiranya air dipandang sebagai penopang suatu kehidupan.
Oleh karena itu patut kita sadari
bahwa hujan sebagai air yang secara alamiah turun dari langit. Namun, bagi kita
yang memiliki Tuhan, tentunya air dikatakan sebagai salah satu bentuk kasih
sayang Tuhan pada makhluk-Nya di bumi. Karena hujan, tanah-tanah menjadi subur.
Tumbuh-tumbuhan tidak ada yang kekeringan. Manusia dengan keluarbiasaan ilmunya
dapat menggunakan air yang tersimpan di dalam tanah sebagai hasil dari hujan untuk
keperluannya sehari-hari. Oleh karena itu, air sebagai penopang kehidupan sudah
tidak bisa ditawar lagi. Namun bagaimanakah ketika orang memandang hujan
sebagai bencana?.
Kita semua
pasti tahu bahwa hujan yang sangat lebat akan menyebabkan banjir di mana-mana. Mungkin
kita sudah bosan melihat tayangan televisi tentang Jakarta yang kerapkali
kebanjiran saat hujan turun. Banjir tak jarang membuat Jakarta lumpuh total
dari berbagai aktifitas. Jalanan tergenang, rumah-rumah tergenang, harta
terendam atau hanyut terbawa banjir. Sekolah-sekolah pun tidak luput dari
terjangan banjir, sehingga aktifitas pendidikan pun diliburkan. Hal ini
tentunya suatu kondisi yang tidak nyaman bagi warga Jakarta atau daerah lain
yang kebetulan terkena musibah banjir.
Kondisi yang disebutkan di atas
mungkin hanya sebagian kecil dari efek banjir karena hujan. Sehingga mungkin di
antara kita ada yang mengeluh ketika hujan turun, baik itu kemacetan Jakarta yang
kerapkali terjadi setelah hujan turun atau karena takut rumah kebanjiran. Lalu kemudian
mungkin dari sebagian kita mencaci hujan, menghujat hujan, memarahi hujan,
karena hujan dianggap sebagai penghalang aktifitas. Lalu, bagaimanakah jika
hujan yang membenci kita atau Tuhan yang murka kepada kita dan berhenti meneteskan
hujan dari langit? Siapkah kita mengalami kekeringan yang berujung kelaparan
seperti di negara-negara Afrika?. Orang pintar pasti akan menjawab, Indonesia
memiliki iklim tropis sehingga hujan akan turun secara teratur. Siapakah yang menciptakan
iklim tropis atau iklim gurun? Siapakah yang menciptakan hujan? Siapakah yang
mampu mengatur cuaca? Tentu semua itu kembali kepada kekuasaan Tuhan. Tuhan
yang berkuasa atas segala sesuatu di dunia ini. Indonesia pun pernah mengalami
kekeringan dan semasa saya kecil sempat warga kampung kami dikumpulkan di
sebuah lapangan untuk menggelar shalat istisqa, yaitu shalat untuk meminta
hujan dengan cara berjama’ah di suatu lapangan. Hal ini membuktikan bahwa
ancaman kemarau di Indonesia pun dapat terjadi.
Ketika hujan menyebabkan banjir yang
banyak merugikan kehidupan manusia, apakah pernah satu kali saja terbersit
dalam pikiran kita bahwa semua itu akibat perbuatan tangan kita sendiri?. Satu contoh
seperti sampah yang menghampar di sungai-sungai Jakarta. Kebiasaan masyarakat
yang dengan mudahnya melempar sampah ke sungai yang menyebabkan pendangkalan
sungai. Kemudian daerah bantaran sungai yang semakin padat sehingga menyebabkan
penyempitan daerah sekitar sungai sehingga ketika hujan turun, air sungai pun
meluap dan menjadikan banjir di Jakarta.[1]
Belum lagi jika dikaitkan dengan daerah resapan air di Jakarta yang hanya 9 persen,
padahal idealnya tata suatu kota seharusnya memiliki 30 persen daerah resapan
air. Namun menjamurnya lahan komersial di Jakarta membuat daerah resapan air
ini berkurang, sehingga menimbulkan banjir Jakarta[2].
Begitu banyak sebab-sebab banjir di
Jakarta atau daerah lain karena perbuatan kita sendiri. Sebab-sebab itu pun
sepertinya akan menjadi tulisan yang sangat panjang jika dibeberkan semua di
blog ini. Seandainya kita sesekali memikirkan bahwa hujan sebenarnya tetaplah
menjadi rahmat Tuhan pada makhluk-Nya. Karena hujan memiliki segudang manfaat. Bukan
hujan yang sesungguhnya yang menjadi bencana, tapi kitalah manusia yang membuat
bencana itu sendiri, baik karena keserakahan kita mengejar materi atau
kelalaian kita atau mungkin karena kepentingan pribadi, sehingga menafikan
hal-hal yang lebih penting bagi kehidupan khalayak ramai. Saya teringat sebuah
dialog sederhana dari film Upin dan Ipin. Yaitu ketika tokoh kartun berkepala
plontos itu bertanya kepada neneknya. “banjir itu pun rahmat Tuhan nek?”. Neneknya
menjawab, “ iya, itupun rahmat Tuhan. Tuhan ingin memperingatkan kita kalau
kita membuat rumah harus disertai selokan agar air dapat mengalir ke sungai. Maka
itu janganlah membuang sampah ke selokan, bisa menyebabkan banjir.” Begitulah kurang
lebih. Intinya adalah, jika kita mampu berpikir positif, bahkan atas suatu hal
yang menurut kita adalah bencana sekalipun, hal demikian akan bermuara kepada
pemikiran bahwa sesungguhnya Tuhan sedang mengingatkan kita bahwa hal yang
buruk yang menimpa kita adalah bagian dari kasih sayang-Nya, Tuhan hanya ingin
kita sadar dan menjadi lebih baik lagi. Dengan demikian, menurut saya meski
hujan menyebabkan bencana banjir, hujan tetaplah rahmat, hujan tetaplah rizki
berbentuk air yang dibutuhkan oleh semua makhluk hidup.
Semoga bermanfaat
[1] http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2012/04/05/114523/Penyempitan-Sungai-Salah-Satu-Penyebab-Banjir-di-Jakarta
[2] http://news.detik.com/read/2009/01/16/105706/1069452/158/direktur-walhi-banjir-jakarta-akibat-salah-urus-lingkungan
0 komentar:
Posting Komentar