Pages

Tampilkan postingan dengan label Hukum Islam. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Hukum Islam. Tampilkan semua postingan

Mengaplikasikan Ihsan Dalam Rona Kehidupan

Apa yang anda lakukan ketika hanya seorang diri tanpa ada seorang pun di samping anda? Tentu jika anda ahli ibadah anda dipastikan sedang berdzikir dan jika anda orang yang baik mungkin anda sedang melakukan aktifitas positif seperti membaca buku atau menulis sesuatu yang bermanfaat.
Namun jika orang tersebut adalah orang jahat, mungkin saja ia sedang merencanakan sesuatu yang jahat atau sedang mengintai situasi untuk mengambil kesempatan dalam melakukan kejahatan.
Jangankan ketika sendiri atau berdua, beramai-ramai pun jika terdapat suatu keadaan tanpa pengawasan akan terjadi sesuatu yang buruk. Sekumpulan siswa dan siswi yang tengah mengikuti ujian dalam kelas misalnya. Jika tak ada pengawas hampir dipastikan segelintir atau mungkin satu ruangan itu akan saling mencontek.
Ketika dua orang pejabat sedang bertemu dalam suatu tempat dengan sekoper uang dihadapannya, mungkin saja mereka sedang melakukan transaksi suap menyuap. Hal inilah yang kerapkali kita jumpai di media yang kemudian keduanya ditangkap dan dijadikan tersangka koruptor.
Begitu lemahnya manusia ketika tanpa pengawasan. Resistensinya begitu besar ketika dia merasa tidak ada satu orang pun yang melihat. Sehingga dengan keadaan tersebut seolah ia dapat melakukan sesuatu sekehendak hatinya.
Padahal......

Prinsip Penyelesaian Perkara Dalam Islam



Prinsip Penyelesaian PerkaraProses penyelesaian perkara adalah tahap akhir dalam rangkaian pemeriksaan perkara di pengadilan, khususnya pengadilan tingkat pertama. Namun meski begitu masih terdapat upaya hukum yang dapat ditempuh oleh pihak-pihak yang berkepentingan untuk kembali mengajukan perkara tersebut melalui upaya hukum banding, kasasi atau bahkan Peninjauan Kembali. Hal itu ditempuh mengingat salah satu pihak tidak merasa puas atas keputusan pengadilan.
Di dalam proses perkara tersebut, Islam mengenal beberapa prinsip dalam memproses suatu perkara, proses itu adalah:

Hukum Waris dan Wasiat Dalam Hukum Islam


A.    Latar Belakang Masalah
Harta adalah salah satu benda berharga yang dimiliki manusia. Karena harta itu, manusia dapat memperoleh apapun yang dikehendakinya. Harta itu dapat berwujud benda bergerak atau benda tidak bergerak. Cara memperoleh harta pun kian beragam. Dari cara yang halal seperti bekerja keras hingga orang yang menggunakan “jalan pintas”. Salah satu cara memperoleh harta itu adalah melalui jalur warisan yaitu memperoleh sejumlah harta yang diakibatkan meninggalnya seseorang. Tentunya cara ini pun harus sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku. Khususnya hukum Islam. Melalui berbagai syarat dan ketentuan yang di atur dalam hukum Islam tersebut diharapkan seorang generasi penerus keluarga atau anak dari salah satu orang tua yang meninggal dapat memperoleh harta peninggalan orang tuanya dengan tidak menzhalimi atau merugikan orang lain.

 A.    Pengertian Hukum Kewarisan Islam
Dalam literatur fiqh Islam, kewarisan (al-muwarits kata tunggalnya al-mirats ) lazim juga disebut dengan fara’idh, yaitu jamak dari kata faridhah diambil dari kata fardh yang bermakna “ ketentuan atau takdir “. Al-fardh dalam terminology syar’i ialah bagian yang telah ditentukan untuk ahli waris.[1]
Hukum kewarisan Islam adalah hukum yang mengatur segala sesuatu yang berkenaan dengan peralihan hak dan kewajiban atas harta kekayaan seseorang setelah ia meninggal dunia kepada ahli warisnya[2].
Didalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 171 (a) menyatakan bahwa hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing.

Sejarah Pertumbuhan, Penulisan, dan Kodifikasi Hadis



 
A.  Larangan Penulisan Hadits (Masa Nabi Saw 13 SH -11 H)
Sejarah Kodifikasi Hadis
Pada masa Nabi Saw perhatian para sahabat lebih dikonsentrasikan pada Al-Qur’an. Diantara para sahabat yang telah pandai catat mencatat ditugasi beliau untuk menulis Al-Qur’an dan kemudian disimpan dibilik Aisyah sebagai dokumentasi. Penulisan Al-Qur’an pada waktu itu masih sangat sederhana yakni ditulis diatas pelepah kurma,kulit binatang, dan batu-batuan dengan menggunakan tangan beberapa orang sahabat yang sangat minim jumlahnya yang bisa menulis. Kondisi hadits pada saat itu secara umum tidak tercatat bahkan secara umum dilarang oleh Rasulullah untuk menulisnya. Hadits hanya dihapal mayoritas sahabat kemudian disampaikan pada sesamanya yang belum mendengar atau belum mengetahuinya, karena tidak seluruh sahabat dapat hadir di majlis Nabi dan tidak seluruhnya menemani beliau. Bagi mereka yang hadir dan mendapatkan hadits dari beliau berkewajiban menyampaikan apa yang dilihat dan didengar dari Rasulullah baik ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits dari Rasulullah.