Kebahagiaan
identik dengan sesuatu hal yang menyenangkan. Karena itulah setiap orang pasti
menginginkan kebahagiaan dalam hidupnya. Namun kenyataannya tidak demikian.
Tidak ada manusia yang selalu bahagia sepanjang hidupnya. Selalu ada duka yang
melengkapi kebahagiaan itu sendiri. Sebagaimana Tuhan menciptakan segala
sesuatu dengan sifat saling melengkapi. Ada siang ada juga malam, ada laki-laki
ada juga perempuan, begitu pula ada suka ada juga duka, dan lain sebagainya.
Kebahagiaan
menurut saya sangat bersifat relatif. Yakni tergantung bagaimana orang
menginterpretasikan atau menafsirkan arti dari kebahagiaan itu sendiri. Banyak
orang berpendapat bahwa dengan berlimpahnya materi dan tingginya jabatan mampu
membuat segelintir orang atau mungkin mayoritas orang bisa bahagia. Namun tidak
sedikit orang yang berbahagia dengan kehidupannya yang sederhana. Jika mungkin
menurut orang dengan kasta sosial di atas rata-rata, banyaknya digit angka di
dalam rekening pribadinya menjadi parameter kebahagiaannya, karena dengan
pundi-pundi yang berlimpah tersebut ia bisa memenuhi hasrat duniawinya
tersebut.
Meski kemudian banyak ditemukan atau kita saksikan secara gamblang di media bahwa harta-harta yang demikian membuat rakyat jelata menelan air liurnya berkali-kali itu adalah hasil dari korupsi. Meski tidak semua orang-orang kaya memperoleh kekayaannya dari suatu perbuatan yang bathil. Namun secara kasat mata terkadang orang-orang berpunya tersebut sesungguhnya memiliki bebannya sendiri. Maksudnya, jika kemudian ia berprofesi sebagai pengusaha, ia harus terus mengurusi usahanya tersebut agar tidak bangkrut di hari kemudian. Ia harus meeting kesana kemari, memikirkan inovasi produknya, dan segudang kesibukan lainnya. Oleh karena itu tak jarang kita mendengar kisah tentang anak yang seorang pengusaha kaya yang sebenarnya tidak bahagia karena merasa kurang kasih sayang dari kedua orang tuanya yang selalu tenggelam dalam kesibukan pribadinya. Bahkan tidak sedikit anak-anak orang kaya tersebut justru iri dengan kehidupan anak-anak dari orang-orang sederhana yang pekerjaan ayah mereka hanya pedagang atau petani yang setiap malam selalu ada menghiasi rumah yang minim penerangan tetapi selalu setia membantu anaknya meski hanya mengerjakan sebuah PR sekolah anaknya. Begitu pula jika dihadapkan pada kenyataan bahwa begitu sibuknya orang-orang kaya untuk menjaga harta-harta mereka. Rumah mereka harus selalu dijaga oleh security bayaran mereka, sudut-sudut rumah dilengkapi CCTV yang tidak pernah berkedip untuk mengawasi setiap lekuk pergerakan yang mencurigakan, alarm tak lupa disematkan, berangkas besi berkode sudah berdiri aman disamping tempat tidur, dan lain sebagainya. Hal ini memang wajar, mengingat bahwa kita memang harus menjaga benda-benda berharga tersebut. Namun, jika dilihat seksama, apakah mereka bahagia dengan setumpuk harta mereka? Dengan segala kegundahan jiwa yang lahir dari harta-harta mereka? Silahkan anda jawab sendiri.
Meski kemudian banyak ditemukan atau kita saksikan secara gamblang di media bahwa harta-harta yang demikian membuat rakyat jelata menelan air liurnya berkali-kali itu adalah hasil dari korupsi. Meski tidak semua orang-orang kaya memperoleh kekayaannya dari suatu perbuatan yang bathil. Namun secara kasat mata terkadang orang-orang berpunya tersebut sesungguhnya memiliki bebannya sendiri. Maksudnya, jika kemudian ia berprofesi sebagai pengusaha, ia harus terus mengurusi usahanya tersebut agar tidak bangkrut di hari kemudian. Ia harus meeting kesana kemari, memikirkan inovasi produknya, dan segudang kesibukan lainnya. Oleh karena itu tak jarang kita mendengar kisah tentang anak yang seorang pengusaha kaya yang sebenarnya tidak bahagia karena merasa kurang kasih sayang dari kedua orang tuanya yang selalu tenggelam dalam kesibukan pribadinya. Bahkan tidak sedikit anak-anak orang kaya tersebut justru iri dengan kehidupan anak-anak dari orang-orang sederhana yang pekerjaan ayah mereka hanya pedagang atau petani yang setiap malam selalu ada menghiasi rumah yang minim penerangan tetapi selalu setia membantu anaknya meski hanya mengerjakan sebuah PR sekolah anaknya. Begitu pula jika dihadapkan pada kenyataan bahwa begitu sibuknya orang-orang kaya untuk menjaga harta-harta mereka. Rumah mereka harus selalu dijaga oleh security bayaran mereka, sudut-sudut rumah dilengkapi CCTV yang tidak pernah berkedip untuk mengawasi setiap lekuk pergerakan yang mencurigakan, alarm tak lupa disematkan, berangkas besi berkode sudah berdiri aman disamping tempat tidur, dan lain sebagainya. Hal ini memang wajar, mengingat bahwa kita memang harus menjaga benda-benda berharga tersebut. Namun, jika dilihat seksama, apakah mereka bahagia dengan setumpuk harta mereka? Dengan segala kegundahan jiwa yang lahir dari harta-harta mereka? Silahkan anda jawab sendiri.
Lain
status sosial, lain pula keadaannya. Ketika orang-orang dengan status sosial di
atas rata-rata begitu mendewakan harta mereka, maka keadaan orang-orang
sederhana hanya menjalani hidup dengan apa adanya. Tetap bekerja keras,
menghargai waktu, meski hasil yang diperoleh masih harus berbenturan dengan
kondisi ekonomi yang terus tidak memihak pada mereka. Terkadang mereka tidak
peduli seperti apa bentuk atap mereka. Tidak menghiraukan seberapa luas ranjang
tidur mereka. Yang terpenting adalah mereka dapat melalui malam yang sunyi
dengan lelap meski harus diriuhkan oleh nyamuk atau perasaan pengap. Meskipun
bahwa sudah sifat alamiah manusia yang selalu berkeinginan agar mampu mencapai
taraf hidup yang lebih sejahtera secara ekonomi.
Bahagia
buat saya adalah ketika kita mampu membahagiakan orang lain, bangun di pagi
hari tanpa dihantui utang, lidah masih bisa merasakan hangatnya sesuap nasi,
lalu Tuhan masih mentenagai saya untuk melakukan hal-hal positif agar menjadi
pribadi yang lebih baik lagi, yang lebih mapan lagi baik secara spiritual
ataupun material. Sehingga dengan sikap tersebut selalu dalam benak hati ingin
dan berusaha menjadi sosok yang selalu bersyukur, meski diakui terkadang ada
suatu kondisi yang membuat jiwa ini rapuh dan kemudian mengeluh.
Semoga dalam keadaan apapun kita
senantiasa dapat berbahagia. Bersedih itu manusiawi. Karena dengan bersedih
Tuhan ternyata masih melembutkan hati kita. Namun di samping bersedih, kita pun
harus bangkit dan segera merengkuh kebahagiaan sesuai dengan apa yang kita
usahakan masing-masing.
Tulisan ini tidak bermaksud untuk
menggurui, melainkan hanya sebatas eksplorasi pikiran dengan sejumput harapan
agar ada sedikit manfaat yang dapat dipetik sesuai dengan tujuan adanya blog
ini dihadapan pembaca sekalian.
1 komentar:
Toko Mesin Murah · Jual Mesin · Susu Listrik · Portal Belanja Mesin Makanan, Pertanian, Peternakan & UKM · CP 0852-576-888-55 / 0856-0828-5927
Posting Komentar