- Latar Belakang
Hukum waris menurut pengertian hukum perdata barat yang
bersumber pada BW (Burgelijk Wetboek), merupakan bagian dari hukum harta
kekayaan. Oleh karena itu, hanyalah hak dan kewajiban yang berwujud harta
kekayaan yang merupakan warisan dan yang akan diwariskan. Ciri khas hukum waris
menurut BW antara lain adanya hak mutlak dari para ahli waris masing-masing
untuk sewaktu-waktu menuntut pembagian dari harta warisan. Untuk pembahasan
sistem waris itu sendiri akan di jelaskan pada Bab Pembahasan.
- Pengertian Hukum Waris
Hukum waris adalah hukum yang mengatur tentang
peralihan harta kekayaan yang ditinggalkan seseorang yang meninggal serta
akibatnya bagi para ahli warisnya.[1]
Dalam undang-undang ada dua cara untuk mendapatkan warisan, yaitu:
1.
Secara ab intestato (ahli
waris menurut ketentuan undang-undang). Menurut ketentuan undang-undang ini yang
berhak menerima warisan yaitu para keluarga sedarah, baik sah maupun di luar
kawin, dan suami istri.
2.
Secara testameinteir
(ahli waris karena ditunjuk dalam surat
wasiat).
- Sifat hukum waris menurut BW
1.
Sistem pribadi. Yaitu ahli waris
adalah perseorangan bukan kelompok ahli waris.
2.
Sistem bilateral. Yaitu mewaris
dari pihak ibu atau bapak.
3.
Sistem perderajatan. Yaitu ahli
waris yang derajatnya lebih dekat dengan si pewaris menutup ahli waris yang
lebih jauh derajatnya.
- Golongan-Golongan Ahli Waris
1.
Golongan I adalah suami istri yang
hidup terlama serta anak-anak dan keturunannya. Bagiannya adalah ¼ untuk suami
atau istri,anak-anak. Sedangkan keturunan dari anak (cucu) mendapat bagian 1/8.
2.
Golongan II adalah orang tua (ayah
dan ibu) dan saudara-saudara serta keturunan dari saudara-saudaranya itu.
Bagiannya adalah ¼ sedangkan keturunan dari saudara adalah 1/8.
3.
Golongan III adalah keluarga dalam
garis lurus ke atas sesudah bapak dan ibu. Bagiannya adalah ½ untuk kakek dan
nenek dari pihak ayah yang selanjutnya masing-masing mendapat bagian ¼
sedangkan nenek dari pihak ibu bagiannya mendapat ½.
4.
Golongan IV adalah keturunan
dengan garis ke samping (paman dan bibi) baik dari pihak ayah maupun ibu,
keturunan paman dan bibi sampai derajat keenam dihitung dari orang yang
meninggal tersebut. Bagiannya adalah 1/2.
Beberapa ketentuan yang perlu diperhatikan sehubungan dengan golongan
ahli waris. Yaitu:
1.
jika tidak ada keempat golongan
tersebut, maka harta peninggalan jatuh pada negara.
2.
golongan yang terdahulu menutup
golongan kemudian. Jadi, jika ada ahli waris golongan I maka golongan II tidak
dapat mewarisi.
3.
jika golongan I tidak ada, maka
golongan II yang mewaris. Akan tetapi golongan III dan IV mungkin mewaris
bersama-bersama kalau mereka berlainan garis. (lihat bagian no 5)
4.
dalam golongan I termasuk
anak-anak yang sah maupun luar kawin yang diakui sah dengan tidak membedakan
anak laki-laki/perempuan dan perbedaan umur.
5.
apabila si meninggal tidak
meninggalkan keturunan maupun suami atau istri atau juga saudara-saudara, maka
dengan tidak mengurangi pasal 859, warisan harus dibagi dalam dua bagian yang
sama. Pembagian itu berupa satu bagian untuk sekalian keluarga sedarah dalam
garis dari pihak bapak lurus ke atas dan satu bagian lagi untuk keluarga dari
pihak ibu.
- Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seseorang yang akan menerima sejumlah harta peninggalan, yaitu:
a.
Harus ada orang yang meninggal
dunia (pasal 830 BW)
b.
Ahli waris atau para ahli harus
ada pada saat pewaris meninggal dunia
c.
Seorang ahli waris harus cakap
serta berhak mewaris.
- Menerima atau menolak warisan
Setelah terbukanya suatu warisan, ahli waris diberikan hak
untuk memilih menerima atau menolak warisan atau bahkan menerima suatu warisan
dengan syarat. Ahli waris diberi hak untuk berfikir selama empat bulan. Dan
selama mempergunakan haknya, ahli waris tidak dapat dipaksa untuk memenuhi
kewajiban sebagai ahli waris sampai jangka waktu itu berakhir selama empat
bulan (pasal 1024 BW). Setelah jangka waktu itu berakhir, ahli waris dapat
memilih antara tiga kemungkinan, yaitu:
1.
Menerima warisan dengan penuh.
Ahli waris atau para ahli waris yang menerima warisan secara penuh, baik
secara diam-diam maupun secara tegas bertanggung jawab sepenuhnya atas segala
kewajiban yang melekat pada harta warisan. Penerimaan warisan secara penuh yang
dilakukan dengan tegas yaitu melalui akta otentik atau akta dibawah tangan,
sedangkan penerimaan secara penuh yang dilakukan diam-diam, biasanya dengan
cara mengambil tindakan tertentu yang menggambarkan adanya penerimaan penuh.
2.
Menerima warisan secara beneficiaire,
yaitu:
a.
Seluruh warisan terpisah dari
harta kekayaan pribadi ahli waris
b.
Ahli waris tidak perlu menanggung
pembayaran hutang-hutang pewaris dengan kekayaan sendiri sebab pelunasan
hutang-hutang pewaris hanya dilakukan menurut kekuatan harta warisan yang ada.
c.
Tidak terjadi percampuran harta
kekayaan antara harta kekayaan ahli waris dengan harta warisan
d.
Jika hutang-hutang pewaris telah
dilunasi semuanya dan masih ada sisa peninggalan, maka sisa itulah yang
merupakan bagian ahli waris.
Ahli waris yang menerima warisan secara beneficiaire mempunyai beberapa
kewajiban[2]
yaitu:
a)
Melakukan pencatatan adanya harta
peninggalan dalam waktu empat bulan setelah ia menyatakan kehendaknya kepada
panitera pengadilan negeri.
b)
Mengurus harta peninggalan
sebaik-baiknya.
c)
Menbereskan urusan waris dengan
segera
d)
Memberikan jaminan kepada
kreditur, baik kreditur benda bergerak maupun kreditur pemegang hipotek.
e)
Memberikan pertanggung jawaban
kepada sekalian penagih hutang dan orang-orang yang menerima pemberian secara
legaat.
f)
Memanggil orang-orang berpiutang
yang tidak terkenal, dalam surat
kabar resmi.
- Ahli waris yang tidak patut menerima harta warisan
a.
Seorang ahli waris yang dengan
putusan hakim telah dipidana kerena dipersalahkan membunuh atau setidak-tidaknya
mencoba membunuh pewaris
b.
Seorang ahli waris yang dengan
putusan hakim telah dipidana karena dipersalahkan memfitnah dan mengadukan
pewaris bahwa pewaris difitnah melakukan kejahatan yang diancam pidana penjara
empat tahun atau lebih.
c.
Ahli waris yang dengan kekerasan
telah nyata-nyata menghalangi atau mencegah pewaris untuk membuat atau menarik
kembali surat
wasiat.
d.
Seorang ahli waris yang telah
menggelapkan, memusnahkan, dan memalsukan surat
wasiat.
1 komentar:
Artikel yang sungguh membantu masyarakat lebih mengerti waris perdata. Mari tetap menulis :)
Posting Komentar